Perabuan Jenazah Sang Buddha
Ketika Buddha Gotama mangkat, beberapa bhikkhu yang belum melenyapkan kesenangan nafsu dengan mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari, dan meratap. Tetapi para bhikkhu yang telah bebas dari hawa nafsu dengan penuh kesadaran dan pengertian yang benar, merenung dalam batin: “Segala sesuatu adalah tidak kekal, bersifat sementara. Bagaimanakah yang akan terjadi, jika tidak terjadi demikian?”
Kini Bhikkhu Anuruddha dan Bhikkhu Ananda selama satu malam suntuk memperbincangkan Dhamma. Kemudian Bhikkhu Anuruddha berkata kepada Bhikkhu Ananda : “Ananda, sekarang pergilah ke Kusinara, umumkanlah kepada suku Malla : “Vasetha, ketahuilah bahwa Buddha Gotama telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian.” “Baiklah, Sahabat.” Lalu Bhikkhu Ananda dengan seorang kawannya mempersiapkan diri sebelum tengah hari dan sambil membawa patta serta jubahnya menuju ke Kusinara. Pada saat itu suku Malla dari Kusinara sedang berkumpul dalam ruang persidangan untuk merundingkan soal itu juga. Takala Bhikkhu Ananda menemui mereka, lalu mengumumkan : “Vasetha, ketahuilah bahwa Buddha Gotama telah mangkat. Sekarang terserahlah kepada saudara-saudara sekalian.”
Demikianlah, ketika mereka mendengar kata-kata Bhikkhu Ananda, suku Malla dengan semua anak, istri, menantu mereka menjadi sedih, berduka cita dan sangat susah kelihatannya, ada di antara mereka dengan rambut yang kusut serta mengangkat tangan mereka menangis, membanting diri di tanah sambil berguling-guling kian ke mari dan meratap
Setelah suku Malla tiba di tempat dimana Buddha Gotama mangkat, mereka mengadakan penghormatan dengan menyajikan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga-bungaan, wangi-wangian dan segala sesuatu yang dibawanya; lalu mereka mendirikan kemah-kemah dan kubu-kubu untuk bernaung selama mereka ada di sana, melakukan upacara penghormatan terhadap jenazah Buddha Gotama itu selama tujuh hari.
Pada hari ketujuh, dengan hikmat dan tertib mereka mengusung jenazah Buddha Gotama itu ke arah Utara, ke bagian Utara dari kota, dan sesudah melalui pintu gerbang Utara, lalu menuju ke pusat kota, dan sesudah melewati pintu gerbang sebelah Timur mereka menuju ke Maku?abandhana, sebuah cetiya dari suku Malla, dan di sanalah jenazah Buddha Gotama dibaringkan.
Kemudian mereka membungkus jenazah Buddha Gotama seluruhnya dengan kain linen baru, lalu dengan kain wol-katun yang telah disiapkan; dan demikian seterusnya sehingga lima ratus lapisan kain linen dan lima ratus lapisan kain wol-katun. Setelah itu dikerjakan, mereka membaringkan jenazah Buddha Gotama di dalam sebuah penampung minyak berwarna keemasan, lalu ditutup dengan penampung keemasan lainnya. Kemudian mereka mendirikan pancaka yang dibuat dari segala macam kayu-kayu harum dan di atas pancaka itulah jenazah Buddha Gotama ditempatkan.
Waktu kremasi pun tiba, Bhikkhu Maha Kassapa dan rombongan lima ratus bhikkhu yang mengiringinya dari Pava tiba di tempat pancaka Buddha Gotama di Maku?abandhana, cetiya dari suku Malla, di Kusinara. Beliau lalu mengatur jubahnya pada salah satu bahunya, dan dengan tangan tercakup di muka, beliau memberi hormat kepada Buddha Gotama; beliau berjalan mengitari pancaka sebanyak tiga kali, kemudian menghadap pada jenazah Buddha Gotama, lalu beliau berlutut menghormat pada jenazah Buddha Gotama. Hal yang serupa itu juga dilakukan oleh kelima ratus bhikkhu itu.
Demikianlah setelah dilakukan penghormatan oleh Maha Kassapa beserta kelima ratus bhikkhu itu, maka di pancaka Buddha Gotama lalu terlihat api menyala dengan sendirinya dan membakar seluruhnya.
Demikanlah terjadi ketika itu jenazah Buddha Gotama mulai dibakar; yang mula-mula terbakar adalah kulitnya, jaringan daging, urat-urat dan cairan-cairan semua itu tiada yang nampak, abu maupun bagian-bagiannya, hanya tulang-tulanglah yang tertinggal. Tepat sama seperti lemak atau minyak saat dibakar tidak meninggalkan bagian-bagiannya atau debu-debunya, demikian pula dengan jenazah Buddha Gotama setelah terbakar, apa yang dinamakan kulit, jaringan, daging, urat-uratan serta cairan, tidak nampak debu atau bagian-bagiannya, hanya tulang-tulang yang tertinggal. Dari kelima ratus lapisan kain linen pembungkusnya, hanya dua yang tidak musnah, yaitu yang paling dalam dan yang paling luar.
Setelah api kremasi padam, suku Malla dari Kusinara, mengambil relik (sisa jasmani) Buddha Gotama, lalu ditempatkan di tengah-tengah ruangan sidang mereka, yang kemudian dipagari sekelilingnya dengan anyaman tombak-tombak, lalu dilapisi lagi dengan pagar dari panah dan busur-busur.
Di sanalah mereka mengadakan upacara puja bakti selama tujuh hari. Untuk menghormati relik Buddha Gotama dengan tari-tarian, nyanyian dan lagu-lagu kebaktian, serta mempersembahkan bunga-bungaan dan wangi-wangian, melakukan puja bakti terhadap relik Buddha Gotama.
Baca Juga : Meditasi Dalam Agama Buddha
Sumber : https://www.salamedukasi.com/
Komentar
Posting Komentar